Senin, 31 Mei 2010

Dewa-dewa dalam Mitologi Yunani

Berikut ke-12 Dewa-Dewi YUNANI :


1. ZEUS
Zeus adalah Dewa Pemimpin yang bertahta di Olympus. Zeus juga merupakan dewa hujan dan dewa langit. Ia sering digambarkan dengan sebuah tongkat kerajaan, elang pada bahunya dan tongkat petir di tangannya. Ia juga digambarkan sebagai sesosok pria berwibawa dengan jenggot dan selalu terlihat kokoh. Tongkat petir yang dimiliki Zeus, konon adalah senjata terkuat sehingga membuatnya ditakuti para dewa lain dan para manusia. Zeus konon sering melemparkan tongkat petirnya kepada mereka yang sering melanggar sumpah.
Zeus membagi dunia menjadi tiga dan membagi dunia-dunia tersebut dengan kedua saudaranya, Poseidon yang menjadi Dewa Penguasa Lautan, dan Hades yang menjadi Dewa Penguasa Alam Kematian yang terletak dibawah tanah atau didalam perut bumi.

2. POSEIDON
Poseidon adalah dewa yang dianggap paling layak untuk mengawasi lautan yang menutupi 2/3 bagian bumi. Poseidon digambarkan sebagai dewa yang selalu membawa tongkat trisula-nya kemana-mana. Menurut etimologi Yunani kuno, Poseidon adalah dewa yang paling kuat di antara saudara-saudara lainnya sehingga Zeus mempercayakan bagian yang paling luas dari bumi untuk diatur Poseidon. Dalam beberapa epik Yunani kuno, Poseidon digambarkan sebagai sosok dewa yang tempramental, sehingga membuat sifat dari lautan juga menjadi tempramental.
Meskipun dalam beberapa epik digambarkan sebagai sosok yang tempramental, dalam beberapa kisah juga digambarkan bagaimana Poseidon sering membantu kaum pelaut. Dalam suatu kisah lainnya Poseidon juga pernah menghancurkan armada laut tentara Yunani akibat kesombongan mereka setelah memenangkan suatu peperangan.
Apa lagi ya dewa-dewanya????
3. HADES
Hades adalah dewa kematian atau dewa neraka dalam Mitologi Yunani. Hades juga dikenal dengan nama Pluto (Plouton) dalam Mitologi Romawi. Karakter Hades sering digambarkan bersama anjing berkepala tiga bernama Cerberus di dunia bawah tanah (neraka).
Di dalam kekristenan kata Hades dipakai untuk menterjemahkan kata Sheol,dalam bahasa Ibrani, yang artinya alam kubur manusia atau “dunia di bawah”. Bahasa Indonesia menerjemahkan kata Hades yang berarti alam kubur tersebut dengan kata neraka, diambil dari bahasa Sanskerta, dengan arti yang sama.

4. HESTIA
Hestia adalah saudara Zeus juga. Dewi Hestia ini tidak memainkan peran apapun dalam mitologi Yunani kuno. Dewi Hestia selain terkenal sebagai dewa pelindung rumah, dia juga terkenal sebagai dewi pelindung keluarga, dan dewi perapian.



5. HERA
Hera dikenal sebagai istri sekaligus saudara dari Zeus. Hera adalah dewi pernikahan karena sifatnya yang sangat mengerti kepedihan akibat ketidaksetiaan, sehingga menjadi pelindung setia bagi para wanita yang sudah menikah.
Ia digambarkan sebagai dewi yang penuh keagungan dan penuh hikmat. Sering ditahtakan dan dimahkotai dengan polos (mahkota berbentuk silinder tinggi).
Dalam suatu kisah, dikatakan bahwa karena Hera cemburu dengan Zeus yang memiliki anak hasil dari hugel (hubungan gelap) dengan Athena, maka Hera juga melahirkan anak hasil hubungannya dengan Hephaestus. Dalam epik mitologi Yunani versi lain, dikatakan bahwa Hephaestus adalah anak dari Hera dan Zeus, dan karena Hera dan Zeus merasa jijik dengan Hephaestus yang buruk rupa, maka ia dibuang dari gunung Olympus. Sebagai pembalasan dendam, Hephaestus mengutuk Hera, dan baru melepaskan kutukannya itu ketika ia telah menikahi Aphrodite.
Sebagai saudari sekaligus istri Zeus, Hera adalah ratu dikahyangan yang menjadi sumber keirian dan kecemburuan bagi dewi lain di Gunung Olympia. Dia cantik dan juga licik. Dan meskipun ia sangat sopan, ia sering mendendam pada mereka yang menghalangi niatnya.



6. ARES
Ares adalah dewa perang. Ia tidak disukai oleh kedua orang tuanya yaitu, Zeus dan Hera karena dianggap selalu haus darah dan merupakan pembunuh berdarah dingin. Kehadirannya dalam peperangan yang melibatkan Yunani, membuat musuh gemetar di atas lutut mereka sendiri. Dalam beberapa epik diceritakan bahwa ia akan membunuh semua mush tanpa ampun jika berani terlibat dalam peperangan terhadap Yunani. Dewa Ares sering membuat medan peperangan menjadi lautan darah sambil terus memburu para musuh tanpa ampun.



7. ATHENA
Athena yang dialihaksarakan sebagai Athene, adalah seorang Dewi Yunani yang melambangkan kebijaksanaan, ilmu pengetahuan dan strategi perang. Athena juga dikenal sebagai dewi yang mengajari para pahlawan. Athena adalah seorang dewi perang bersenjata dan tak pernah digambarkan sebagai anak kecil, selalu sebagai seorang dara (perawan) (parthenos). Kuil Parthenon di kota Atena, Yunani adalah kuilnya yang paling terkenal. Ia tidak memiliki suami atau kekasih, meski sekali peristiwa Hephaestus mencoba menggodanya namun gagal. Athena juga merupakan adik dari Ares sang dewa perang. Athena juga terkenal akan belas kasihannya pada manusia saat para dewa yang sewenang-wenang berkuasa. Dia pernah membunuh Medusa dan meletakkan kepalanya pada sebuah perisai yang dinamakan “Perisai Aegis” sebuah perisai yang menurut mitos sangat kuat.
Dalam beberapa epik mitologi Yunani kuno, konon Athena sangat ganas dan berani di medan pertempuran. Semua yang ada pada Athena membuat Zeus jatuh hati dan menjadikan Athena sebagai anak kesayangannya.



8. APOLLO
Apollo adalah putra hasil dari hubungan Zeus dan Leto. Dia adalah saudara kembar dari Artemis. Apollo adalah dewa musik yang digambarkan selalu memainkan kecapi emas dan merupakan seorang dewa pemanah yang sering memanah dengan busur peraknya. Dia adalah dewa dewa penyembuh yang mengajarkan obat-obatan pada manusia, dewa, dewa cahaya, dan juga dewa kebenaran yang tidak bisa berkata dusta.



9. APHRODITE
Aphrodite adalah dewa cinta, keindahan dan keinginan. Konon dia memiliki sabuk ajaib yang bisa membuat siapa saja yang diinginkannya menjadi menginginkan dia.
Mengenai kelahiran dan Aphrodite ada dua versi cerita yang berbeda.
Versi pertama mengatakan bahwa ia adalah anak hasil dari hubungan Zeus dan Dione.
Versi kedua merujuk kepada kisah ketika Cronos mengalahkan Oranos dan melemparkannya ke lautan, Aphrodite kemudian muncul dari bih busa yang timbul dalam kerang.
Aphrodite mempunyai Hefestus sebagai suaminya. Ia juga mempunyai seorang anak bernama Eros yang menjadi dewa asmara. Aphrodite konon pernah selingkuh dengan Ares.



10. HERMES
Hermes adalah putra hasil dari hubungan Zeus dan Maia. Hermes juga merupakan dewa utusan Zeus. Hermes merupakan dewa yang paling cepat di antara dewa lainnya. Dia selalu digambarkan selalu memakai sandal bersayap, topi bersayap, dan tongkat ajaib. Dia merupakan dewa yang menciptakan olahraga balap karena kebiasaannya yang selalu bergerak cepat. Dia juga merupakan dewa penuntun mereka yang mati menuju dunia bawah tanah.
Hermes seringkali muncul dalam beberapa epik Yunani dan digambarkan sebagai dewa pembawa keberuntungan dan kemakmuran sehingga ia menjadi dewa favorit di antara dewa-dewa di Olympus.



11. ARTHEMIS
Artemis adalah Dewi berburu yang sama liarnya dengan alam itu sendiri. dia merupakan dewi suci bagi pemburu dan pelindung kaum muda yang dengan tenang mengatur tempat-tempat bumi yang liar.
Karena dikutuk oleh Hera yang mengetahui dia adalah anak hasil hubungan Zeus dan Leto, maka Artemis pun terpaksa harus dilahirkan di suatu pulau yang tidak pernah tersentuh oleh matahari. Zeus kemudian berbaik hati dengan mengangkat sebuah pulau dari dasar laut yang belum pernah disentuh sinar matahari, pulau itu bernama Ortygia. Leto pun melahirkan di pulau tersebut. Artemis lahir pertama pada bulan keenam. Ia lalu membantu ibunya melahirkan Apollo, Mungkin oleh sebab inilah Artemis disebut juga sebagai dewi kelahiran.



12. HEPHAESTUS
Apapun kekurangan yang ada dalam dirinya, ditutupi Hephaestus dengan kekuatan yang luar biasa. Dan meski ia cacat, atau mungkin justru karena itu ia ahli menciptakan objek-objek yang sangat indah. Dari bengkel kerjanya jauh di dalam bumi, penguasa api dan tempaan ini menciptakan istana, makam dan baju dewa-dewi, seperti: halilintar Zeus dan baju baja Athena. Dia adalah dewa tukang besi dan pembuat perisai para dewa.
Selengkapnya...

Jadi Pengemis

Abunawas kaget, ketika tiba-tiba pesuruh menuju ke istana. Disana telah menunggu Baginda yang tengah duduk tegap di Singgasana istana. “Hai apa kabar, Abunawas?” sapa Baginda. “Aku benar-benar mengharap bantuanmu.” “Bantuan apa, Baginda?” Abunawas balik bertanya. “Begini, Abu,” Baginda mulai bercerita, “Aku dengar Tuan Habul sudah mulai membangkang terhadap kewajiban negara. Pembantu-pembantuku di daerah melaporkan kalau dia sudah tidak mau lagi membayar zakat. Padahal dia orang yang kaya raya, lho!” “Mengapa Baginda tidak panggil saja dia ke istana? Lantas jebloskan ke dalam penjara. Habis perkara. Gitu aja kok repot….”
Ada apa gerangan di istana????? “Sebenarnya bisa saja aku berbuat begitu. Tapi apa tidak ada cara lain? Soalnya sayang kalau aku menghukumnya. Bagaimana pun dulu dia adalah orang yang paling rajin membayar zakat. Tapi entah mengapa, semakin dia kaya, semakin malas pula dia membayar zakat.” Sebenarnya kalau ingat nama Tuan Habul, Abunawas inginnya dia dipenjara. Karena seantero negeri tahu, kalau Tuan Habul orang yang sangat pelit. Hampir tidak ada orang yang menyukainya. Kecuali mungkin antek-anteknya saja. Tapi karena ini perintah Baginda, mau tak mau Abunawas ikut pula memikirkan jalan keluarnya.

“Begini saja, Baginda,” usul Abunawas. “beri hamba kesempatan berpikir untuk membuat dirinya sadar. Tapi tentu saja selama berpikir, hamba tidak bisa bekerja mencari nafkah buat keluarga. Oleh sebab itu hamba minta ganti rugi selama hamba berpikir menyelesaikan masalah ini.” “Sudah kuduga sejak semula. Kau pasti meminta imbalan kalau kuminta bantuan. Ini, bawa!” ujar Baginda kesal. Baginda mengeluarkan uang dua ratus ribu dinar kepada Abunawas. Sambil cengar-cengir, Abunawas membawa pulang uang pemberian Baginda.

Seminggu kemudian Abunawas datang ke istana. Dia datang dengan segudang rencana yang telah disusunnya. “Bagaimana, Abunawas? Sudah ketemu jalan keluarnya?” tanya Baginda. “Beres, Baginda. Cuma caranya Baginda dan saya harus menyamar jadi pengemis. Apakah Baginda bersedia?”

Semula Baginda agak kaget juga mendengar usul Abunawas. Tapi karena keinginan kuat menyadarkan Tuan Habul, Baginda akhirnya bersedia. Dengan menyamar jadi pengemis, Abunawas dan Baginda datang ke rumah Tuan Habul. Pucuk dicinta ulam tiba, Tuan Habul sedang ada di rumah. Abunawas pun segera uluk salam. “Selamat pagi, Tuan. Kami ini pengemis. Apakah Tuan ada sedikit uang receh?”

“Tidak ada!” jawab Tuan Habul dengan angkuh. “Kalau begitu, apakah Tuan punya pecahan roti kering sekadar untuk mengganjar perut kami yang sedang lapar?”“Tidak ada!” “Kalau begitu, kami minta air putih saja. Tidak banyak, masing-masing satu gelas saja.” “Sudah kubilang sedari tadi aku tidak punya apa-apa!” Tuan Habul mulai tidak bisa menahan emosinya. Dan rupanya jawaban ini yang ditunggu-tunggu Abunawas. “Kalau Tuan tidak punya apa-apa,” cetus Abunawas, “mengapa Tuan tidak ikut kami saja jadi pengemis?” Wajah Tuan Habul pucat pasi mendengar cetusan Abunawas. Rasa marah, tersinggung dan terhina bercampur aduk menjadi satu. Tapi, belum sempat kesadaran Tuan Habul pulih, Abunawas dan Baginda segera membuka kedoknya. “Bagaimana, Habul,” kali ini giliran Baginda yang berbicara, “mau pilih jadi orang kaya atau menjadi orang yang tidak punya apa-apa? Kalau pilih jadi orang yang tidak punya apa-apa, ya ikut saja Abunawas mengemis dari rumah ke rumah. Tapi kalau pilih menjadi orang kaya, ya jangan lupa membayar zakatnya. Bukan begitu, Habul?” Mendengar penuturan Baginda, Tuan Habul terdiam seribu bahasa. Dia merasa sangat malu. Sedang Abunawas hanya cengengesan menyaksikan kejadian itu. “Enak saja Baginda menyuruhku jadi pengemis,” gumam Abunawas sambil mengumpat dalam hati. Apa boleh buat, zakat kewajiban bagi yang mampu untuk menunaikannya. (*/mntr)
NB : Di sadur dari pontianak Post.
Selengkapnya...

Botol Ajaib

Tidak ada henti-hentinya. Tidak ada kapok-kapoknya, Baginda selalu memanggil Abu Nawas untuk dijebak dengan berbagai pertanyaan atau tugas yang aneh-aneh. Hari ini Abu Nawas juga dipanggil ke istana. Kali ini apa yang diinginkan Baginda Setelah tiba di istana, Baginda Raja menyambut Abu Nawas dengan sebuah senyuman.

"Akhir-akhir ini aku sering mendapat gangguan perut. Kata tabib pribadiku, aku kena serangan angin." kata Baginda Raja memulai pembicaraan.

"Ampun Tuanku, apa yang bisa hamba lakukan hingga hamba dipanggil." tanya Abu Nawas.

"Aku hanya menginginkan engkau menangkap angin dan memenjarakannya." kata Baginda.

Abu Nawas hanya diam. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. la tidak memikirkan bagaimana cara menangkap angin nanti tetapi ia masih bingung bagaimana cara membuktikan bahwa yang ditangkap itu memang benar-benar angin.
Karena angin tidak bisa dilihat. Tidak ada benda yang lebih aneh dari angin. Tidak seperti halnya air walaupun tidak berwarna tetapi masih bisa dilihat. Sedangkan angin tidak.

Baginda hanya memberi Abu Nawas waktu tidak lebih dari tiga hari. Abu Nawas pulang membawa pekerjaan rumah dari Baginda Raja. Namun Abu Nawas tidak begitu sedih. Karena berpikir sudah merupakan bagian dari hidupnya, bahkan merupakan suatu kebutuhan. la yakin bahwa dengan berpikir akan terbentang jalan keluar dari kesulitan yang sedang dihadapi. Dan dengan berpikir pula ia yakin bisa menyumbangkan sesuatu kepada orang lain yang membutuhkan terutama orang-orang miskin. Karena tidak jarang Abu Nawas menggondol sepundi penuh uang emas hadiah dari Baginda Raja atas kecerdikannya.

Tetapi sudah dua hari ini Abu Nawas belum juga mendapat akal untuk menangkap angin apalagi memenjarakannya. Sedangkan besok adalah hari terakhir yang telah ditetapkan Baginda Raja. Abu Nawas hampir putus asa. Abu Nawas benar-benar tidak bisa tidur walau hanya sekejap.

Mungkin sudah takdir; kayaknya kali ini Abu Nawas harus menjalani hukuman karena gagal melaksanakan perintah Baginda. la berjalan gontai menuju istana. Di sela-sela kepasrahannya kepada takdir ia ingat sesuatu, yaitu Aladin dan lampu wasiatnya.

"Bukankah jin itu tidak terlihat?" Abu Nawas bertanya kepada diri sendiri. la berjingkrak girang dan segera berlari pulang. Sesampai di rumah ia secepat mungkin menyiapkan segala sesuatunya kemudian menuju istana. Di pintu gerbang istana Abu Nawas langsung dipersilahkan masuk oleh para pengawal karena Baginda sedang menunggu kehadirannya.
Dengan tidak sabar Baginda langsung bertanya kepada Abu Nawas.

"Sudahkah engkau berhasil memenjarakan angin, hai Abu Nawas?"

"Sudah Paduka yang mulia." jawab Abu Nawas dengan muka berseri-seri sambil mengeluarkan botol yang sudah disumbat. Kemudian Abu Nawas menyerahkan botol itu.

Baginda menimang-nimang botol itu.

"Mana angin itu, hai Abu Nawas?" tanya Baginda.

"Di dalam, Tuanku yang mulia." jawab Abu Nawas penuh takzim.

"Aku tak melihat apa-apa." kata Baginda Raja.

"Ampun Tuanku, memang angin tak bisa dilihat, tetapi bila Paduka ingin tahu angin, tutup botol itu harus dibuka terlebih dahulu." kata Abu Nawas menjelaskan. Setelah tutup botol dibuka Baginda mencium bau busuk. Bau kentut yang begitu menyengat hidung.

"Bau apa ini, hai Abu Nawas?!" tanya Baginda marah. "Ampun Tuanku yang mulia, tadi hamba buang angin dan hamba masukkan ke dalam botol. Karena hamba takut angin yang hamba buang itu keluar maka hamba memenjarakannya dengan cara menyumbat mulut botol." kata Abu Nawas ketakutan.

Tetapi Baginda tidak jadi marah karena penjelasan Abu Nawas memang masuk akal. Dan untuk kesekian kali Abu Nawas selamat.
Selengkapnya...

Sesuatu Yang Mustahil

Baginda baru saja membaca kitab tentang kehebatan Raja Sulaiman yang mampu memerintahkan, para jin memindahkan singgasana Ratu Bilqis di dekat istananya. Baginda tiba-tiba merasa tertarik. Hatinya mulai tergelitik untuk melakukan hal yang sama. Mendadak beliau ingin istananya dipindahkan ke atas gunung agar bisa lebih leluasa menikmati pemandangan di sekitar. Dan bukankah hal itu tidak mustahil bisa dilakukan karena ada Abu Nawas yang amat cerdik di negerinya. Apa yang ada di pikiran sang raja???
Abu Nawas segera dipanggil untuk menghadap Baginda Raja Harun Al Rasyid. Setelah Abu Nawas dihadapkan, Baginda bersabda,
"Sanggupkah engkau memindahkan istanaku ke atas gunung agar aku lebih leluasa melihat negeriku?" tanya Baginda.

Abu Nawas tidak langsung menjawab. la berpikir sejenak hingga keningnya berkerut. Tidak mungkin menolak perintah Baginda kecuali kalau memang ingin dihukum.

Akhirnya Abu Nawas terpaksa menyanggupi proyek raksasa itu. Ada satu lagi permintaan dari Baginda, pekerjaan itu harus selesai hanya dalam waktu sebulan.

Abu Nawas pulang dengan hati masgul. Setiap malam ia hanya berteman dengan rembulan dan bintang-bintang. Hari-hari dilewati dengan kegundahan. Tak ada hari yang lebih berat dalam hidup Abu Nawas kecuali hari-hari ini.Tetapi pada hari kesembilan ia tidak lagi merasa gundah gulana.

Keesokan harinya Abu Nawas menuju istana. la menghadap Baginda untuk membahas pemindahan istana. Dengan senang hati Baginda akan mendengarkan, apa yang diinginkan Abu Nawas.

"Ampun Tuariku, hamba datang ke sini hanya untuk mengajukan usul untuk memperlancar pekerjaan hamba nanti." kata Abu Nawas.
"Apa usul itu?"

"Hamba akan memindahkan istana Paduka yang mulia tepat pada Hari Raya Idul Qurban yang kebetulan hanya kurang dua puluh hari lagi."

"Kalau hanya usulmu, baiklah." kata Baginda.

"Satu lagi Baginda….. " Abu Nawas menambahkan.

"Apa lagi?" tanya Baginda.

"Hamba mohon Baginda menyembelih sepuluh ekor sapi yang gemuk untuk dibagikan langsung kepada para fakir miskin." kata Abu Nawas.

"Usulmu kuterima." kata Baginda menyetujui.Abu Nawas pulang dengan perasaan riang gembira. Kini tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan. Toh nanti bila waktunya sudah tiba, ia pasti akan dengan mudah memindahkan istana Baginda Raja. Jangankan hanya memindahkan ke puncak gunung, ke dasar samudera pun Abu Nawas sanggup.
Desas-desus mulai tersebar ke seluruh pelosok negeri. Hampir semua orang harap-harap cemas. Tetapi sebagian besar rakyat merasa yakin atas kemampuan Abu Nawas. Karena selama ini Abu Nawas belum pernah gagal

melaksanakan tugas-tugas aneh yang dibebankan di atas pundaknya. Namun ada beberapa orang yang meragukan keberhasilan Abu Nawas kali ini.

Saat-saat yang dinanti-nantikan tiba. Rakyat berbondong-bondong menuju lapangan untuk melakukan salat Hari Raya Idul Qurban. Dan seusai salat, sepuluh sapi sumbangan Baginda Raja disembelih lalu dimasak kemudian segera dibagikan kepada fakir miskin.

Kini giliran Abu Nawas yang harus melaksanakan tugas berat itu. Abu Nawas berjalan menuju istana diikuti oleh rakyat. Sesampai di depan istana Abu Nawas bertanya kepada Baginda Raja,

"Ampun Tuanku yang mulia, apakah istana sudah tidak ada orangnya lagi?"

"Tidak ada." jawab Baginda Raja singkat.

Kemudian Abu Nawas berjalan beberapa langkah mendekati istana. la berdiri sambil memandangi istana. Abu Nawas berdiri mematung seolah-olah ada yang ditunggu. Benar. Baginda Raja akhirnya tidak sabar.

"Abu Nawas, mengapa engkau belum juga mengangkat istanaku?" tanya Baginda Raja.

"Hamba sudah siap sejak tadi Baginda." kata Abu Nawas.

"Apa maksudmu engkau sudah siap sejak tadi? Kalau engkau sudah siap. Lalu apa yang engkau tunggu?" tanya Baginda masih diliputi perasaan heran.

"Hamba menunggu istana Paduka yang mulia diangkat oleh seluruh rakyat yang hadir untuk diletakkan di atas pundak hamba. Setelah itu hamba tentu akan memindahkan istana Paduka yang mulia ke atas gunung sesuai dengan titah Paduka."

Baginda Raja Harun Al Rasyid terpana. Beliau tidak menyangka Abu Nawas masih bisa keluar dari lubang jarum.
Selengkapnya...

Membalas Apa yang Diperbuat Oleh Raja

Abu Nawas hanya tertunduk sedih mendengarkan penuturan istrinya. Tadi pagi
beberapa pekerja kerajaan atas titan langsung Baginda Raja membongkar
rumah dan terus menggali tanpa bisa dicegah. Kata mereka tadi malam Baginda
bermimpi bahwa di bawah rumah Abu Nawas terpendam emas dan permata
yang tak ternilai harganya. Tetapi setelah mereka terus menggali ternyata
emas dan permata itu tidak ditemukan. Dan Baginda juga tidak meminta maaf
kepada Abu Nawas. Apabila mengganti kerugian. inilah yang membuat Abu
Nawas memendam dendam.

Lama Abu Nawas memeras otak, namun belum juga ia menemukan muslihat
untuk membalas Baginda. Makanan yang dihidangkan oleh istrinya tidak
dimakan karena nafsu makannya lenyap. Malam pun tiba, namun Abu Nawas
tetap tidak beranjak. Keesokan hari Abu Nawas melihat lalat-lalat mulai
menyerbu makanan Abu Nawas yang sudah basi. la tiba-tiba tertawa riang.
Lalu apa kelanjutannya
“Tolong ambilkan kain penutup untuk makananku dan sebatang besi.” Abu
Nawas berkata kepada istrinya.

“Untuk apa?” tanya istrinya heran.

“Membalas Baginda Raja.” kata Abu Nawas singkat. Dengan muka berseri-seri
Abu Nawas berangkat menuju istana. Setiba di istana Abu Nawas membungkuk
hormat dan berkata,

“Ampun Tuanku, hamba menghadap Tuanku Baginda hanya untuk mengadukan
perlakuan tamu-tamu yang tidak diundang. Mereka memasuki rumah hamba
tanpa ijin dari hamba dan berani memakan makanan hamba.”

“Siapakah tamu-tamu yang tidak diundang itu wahai Abu Nawas?” sergap
Baginda kasar.

“Lalat-lalat ini, Tuanku.” kata Abu Nawas sambil membuka penutup piringnya.
“Kepada siapa lagi kalau bukan kepada Baginda junjungan hamba, hamba me-
ngadukan perlakuan yang tidak adil ini.”

“Lalu keadilan yang bagaimana yang engkau inginkan dariku?”

“Hamba hanya menginginkan ijin tertulis dari Baginda sendiri agar hamba bisa
dengan leluasa menghukum lalat-lalat itu.” Baginda Raja tidak bisa
mengelakkan diri menotak permintaan Abu Nawas karena pada saat itu para
menteri sedang berkumpul di istana. Maka dengan terpaksa Baginda membuat
surat ijin yang isinya memperkenankan Abu Nawas memukul lalat-lalat itu di
manapun mereka hinggap.

Tanpa menunggu perintah Abu Nawas mulai mengusir lalat-lalat di piringnya
hingga mereka terbang dan hinggap di sana sini. Dengan tongkat besi yang
sudah sejak tadi dibawanya dari rumah, Abu Nawas mulai mengejar dan
memukuli lalat-lalat itu. Ada yang hinggap di kaca.

Abu Nawas dengan leluasa memukul kaca itu hingga hancur, kemudian vas
bunga yang indah, kemudian giliran patung hias sehingga sebagian dari istana
dan perabotannya remuk diterjang tongkat besi Abu Nawas. Bahkan Abu Nawas
tidak merasa malu memukul lalat yang kebetulan hinggap di tempayan Baginda
Raja.

Baginda Raja tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menyadari kekeliruan yang
telah dilakukan terhadap Abu Nawas dan keluarganya. Dan setelah merasa
puas, Abu Nawas mohon diri. Barang-barang kesayangan Baginda banyak yang
hancur. Bukan hanya itu saja, Baginda juga menanggung rasa malu. Kini ia
sadar betapa kelirunya berbuat semena-mena kepada Abu Nawas. Abu Nawas
yang nampak lucu dan sering m enyenangkan orang itu ternyata bisa berubah
menjadi garang dan ganas serta mampu membalas dendam terhadap orang
yang mengusiknya.

Abu Nawas pulang dengan perasaan lega. Istrinya pasti sedang menunggu di
rumah untuk mendengarkan cerita apa yang dibawa dari istana.
Selengkapnya...